Kuliah Umum Kolaborasi Program Studi Sosiologi dan Program Studi Sosiologi Magister : “Global Mobility and Citizenship: Challenges for Students in Higher Education”
Kuliah Umum Kolaborasi Program Studi Sosiologi dan Program Studi Sosiologi Magister : “Global Mobility and Citizenship: Challenges for Students in Higher Education”
Rabu, 8 Oktober 2025, di Conference Room, tidak sebanyak 130 Mahasiswa Sosiologi S1 dan S2 mengikuti acara kuliah umum yang berjudul “Global Mobility and Citizenship: Challenges for Students in Higher Education”. Kaprodi Sosiologi Dr. Napsiah menyampaikan sambutnya sebagai berikut: “Menyoal tentang globalisasi masih segar dalam ingatan kita tentang tarian pacu jalur. Kegiatan itu adalah tradisi lokal yang dilakukan oleh penduduk di area Kuantan Singingi Riau untuk memperingati hari-hari besar isalam, seperti: Maulud Nabi,Idul Fitri, atau bahkan untuk merayakanTahun Baru Islam. Namun belakangan pacu jalur dilakukan untuk memeriahkan hari kemerdekaan. Saat itu, semua terkesan biasa. Namun, seiring maraknya media sosial, tari pacu jalur mendunia. Tokoh2 mempraktikan selebrasi pacu jalur. Sebut saja Marc Marquez:Pembalap MotoGP yang melakukan selebrasi pacu jalur saat kemenangan di MotoGP Jerman.Toprak Razgatlioglu:Pembalap World Superbike yang juga menirukan gestur pacu jalur di atas motornya.Jens Raven:Pemain sepak bola yang melakukan selebrasi ini setelah mencetak gol untuk Timnas U-23 Indonesia.
Mendunianya kegiatan pacu jalur ini berdampak positif bagi Indonesia khususnya Masyarakat Kuantan Riau. Menjadi ekonomi kreatif, pariwisata, dan juga melestarikan budaya lokal yang berkelanjutan.
Sosiologi yang laboratariumnya masyarakat memiliki peranan penting untuk peduli terhadap isu-isu tersebut. Sosiolog menjadi garda terdepan untuk mengawal yang sifatnya lokalitas menuju global.
Pada hari ini kami menghadirkan mashsiswa S1 sosiologi 105 dan S2 14 untuk mengikuti kegiatan kuliah umum ini dengan harapan agar mereka siap menghadapi dinamika lintas negara, multikulturalisme, dan kompetisi global yang semakin kompleks. Karena itu, mahasiswa mampu menggali potensi diri dengan cara belajar menimba ilmu kepada yang kompeten agar menjadi peka pada isu-isu yang potensial menggobal. Kami telah mendatangkan narasumber dari Sosiologi Gadjah mada yang baru-baru ini telah belajar di tentang isu-isu etnisitas ke tingkat global.
Karena itu, saya mengucapkan terimakasih atas kehadirannya dan keingingannya berbagai pengalaman kepada mahasiswa kami. Ucapan terimakasih juga kepada ketua kegiatan ini mas Bj. Sujibto, mbak Dwi Nur Laela yang bertugas memandu acara ini sampai akhir, serta dukungan teman-teman dosen lainnya. Terlebih lagi pada mahasiswa sosiologi S1 dan S2 tahun 2025. Selamat datang di kampus ini dan selamat berproses untuk menjadi insan yang mendunia.
Sambutan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga juga Prof. Erika Setyanti Kusumaputri, menyampaikan bahwa kolaborasi seperti ini sangat penting bagi civitas Fishum, terlebih temanya menarik dan dekan menyampaikan terimakasih atas kerjasamanya sekaligus berpesan kepada mahasiswa Sosiologi untuk menggali ilmu kepada narasumbernya. Di akhir sambutannya Dekan Fishum membuka acara tersebut.
Acara dipandu oleh Moderator, Dwi NurLaela Fihtriya,M.A. Selaku moderator mbak Pipit melaporkan. Kuliah Umum dengan tema “Global Mobility and Citizenship: Challenges for Students in Higher Education” telah disampaikan oleh Hakimul Ikhwan, Ph.D dari Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada pada tanggal 8 Oktober 2025, dan dimoderatori oleh Dwi Nur Laela Fithriya,S.IP.,M.A yang merupakan dosen program studi S1 Sosiologi. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa S1 dan S2 Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kuliah umum ini bertujuan memperluas wawasan mahasiswa mengenai dinamika globalisasi, kewargaan digital, serta refleksi identitas dalam dunia yang semakin terhubung lintas batas.
Dalam pemaparannya, Hakimul Ikhwan menjelaskan bahwa dunia saat ini berada pada fase globalized dan globalizing world, di mana batas-batas negara semakin menipis dan memungkinkan terjadinya perpindahan manusia, ide, serta modal secara cepat dan masif. Fenomena ini memunculkan keberagaman budaya dan identitas yang semakin luas, menantang konsep homogenitas yang dulu menjadi ciri masyarakat modern.
Pemateri menekankan bahwa mobilitas global bukan sekadar aktivitas perjalanan fisik, melainkan juga cara hidup dan cara pandang baru terhadap dunia. Ia menggambarkan manusia modern sebagai 'turis', bukan hanya dalam arti sebagai pelancong, tetapi sebagai individu yang terus berinteraksi dengan beragam budaya dan ruang sosial. Mobilitas ini turut membentuk identitas baru yang cair, di mana seseorang bisa menjadi penonton sekaligus yang ditonton di ruang publik digital. Identitas kini dikelola secara spasial dan temporal, menyesuaikan dengan konteks dan ekspektasi sosial yang berubah-ubah.
Dalam konteks kewargaan, Hakim memaparkan bahwa konsep citizenship kini berkembang menjadi netizenship, yakni bentuk kewargaan digital yang melampaui batas negara dan ruang fisik. Kewargaan tidak lagi hanya ditentukan oleh status hukum, tetapi juga oleh partisipasi aktif dalam jaringan sosial global.
Fenomena ini melahirkan generasi nomaden digital yang menjelajah dunia maya tanpa batas teritorial, serta menumbuhkan loyalitas transnasional berbasis keterhubungan digital.
Lebih lanjut, pemateri mengulas teori nasionalisme Gellner dan Anderson. Gellner melihat nasionalisme sebagai hasil dari industrialisasi yang menuntut keseragaman budaya, sedangkan Anderson menekankan bangsa sebagai 'komunitas yang dibayangkan'. Dalam konteks mobilitas global, kedua teori tersebut menunjukkan bahwa nasionalisme kini hadir dalam bentuk baru yang lebih reflektif dan terbuka terhadap perbedaan. Hakim juga menyinggung fenomena NIMBYism (Not In My Backyard), di mana masyarakat global cenderung menolak isu yang tidak berdampak langsung padanya, padahal efek globalisasi bersifat domino dan saling terkait. Oleh karena itu, akademisi perlu mengembangkan sikap reflektif dan proaktif terhadap isu global.
Mobilitas juga dipahami sebagai bentuk modal sosial dan budaya. Dengan kemampuan berpindah, seseorang memiliki akses lebih luas terhadap pendidikan, ekonomi, dan jejaring profesional lintas negara. Dalam pandangan sosiolog Pierre Bourdieu, mobilitas dan perjalanan menjadi bentuk konsumsi simbolik yang digunakan untuk membangun citra dan identitas kelas sosial. Di era digital, individu tidak hanya menjadi pelaku perjalanan, tetapi juga produsen dan konsumen citra melalui media sosial. Perjalanan menjadi sarana membentuk narasi diri dan menegaskan posisi sosial.
Hakimul juga membahas paradoks mobilitas di era digital. Meskipun membuka peluang besar, mobilitas modern menyimpan ketidakpastian dan risiko sosial. Munculnya kelas precariat yakni kelompok masyarakat yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi dan social menjadi contoh nyata dari rapuhnya stabilitas global. Otentisitas kini bersifat termediasi oleh teknologi, di mana realitas yang ditampilkan hanyalah representasi yang telah disaring oleh media. Selain itu, populisme muncul sebagai bentuk pencarian identitas baru di tengah arus globalisasi yang serba cepat.
Di penghujung acara Hakim, menekankan pentingnya bagi mahasiswa untuk menjadi warga global yang reflektif, kritis, dan berkeadaban digital. Mobilitas bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan modal sosial untuk memperluas wawasan, membangun solidaritas lintas budaya, dan memperkuat partisipasi dalam komunitas global. Kuliah umum ini memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana sosiologi memandang perubahan sosial dalam dunia yang terus bergerak tanpa batas.
Kuliah umum ini terselenggara karena ada bantuan tangan-tangan kreatif dari mahasiswa sosiologi yang sangat keren. Meraka adalah: MC : Aqis, Lantuan ayat suci alquran: Rafli, Dirijent: Sherlia, Operator : Faathir, Dokumentasi: Merah Ploretar, Presensi: Risa.
Selamat Prodi Sosiologi, teruslah berkembang menabur segala kebaikan untuk umat (tim kreatif).